MELAYU
Di
Pulau Sumatera, Provinsi Jambi merupakan bekas wilayah Kesultanan Islam
Melayu Jambi (1500-1901). Kesultanan ini memang tidak berhubungan
secara langsung dengan 2 kerajaan Hindu-Budha pra-Islam. Sekitar Abad
6 – awal 7 M berdiri KERAJAAN MALAYU (Melayu Tua) terletak di Muara
Tembesi (kini masuk wilayah Batanghari, Jambi). Catatan Dinasti Tang
mengatakan bahwa awak Abad 7 M. dan lagi pada abad 9 M Jambi mengirim
duta/utusan ke Empayar China ( Wang Gungwu 1958;74). Kerajaan ini
bersaing dengan SRI WIJAYA untuk menjadi pusat perdagangan. Letak
Malayu yang lebih dekat ke jalur pelayaran Selat Melaka menjadikan Sri
Wijaya merasa terdesak sehingga perlu menyerang Malayu sehingga
akhirnya tunduk kepada Sri Wijaya. Muaro jambi, sebuah kompleks
percandian di hilir Jambi mungkin dulu bekas pusat belajar agama Budha
sebagaimana catatan pendeta Cina I-Tsing yang berlayar dari India pada
tahun 671. Ia belajar di Sriwijaya selama 4 tahun dan kembali pada
tahun 689 bersama empat pendeta lain untuk menulis dua buku tentang
ziarah Budha. Saat itulah ia tulis bahwa Kerajaan Malayu kini telah
menjadi bahagian Sri Wijaya.
Abad
ke 11 M setelah Sri Wijaya mulai pudar, ibunegeri dipindahkan ke Jambi
( Wolters 1970:2 ). Inilah KERAJAAN MALAYU (Melayu Muda) atau
DHARMASRAYA berdiri di Muara Jambi. Sebagai sebuah bandar yang besar,
Jambi juga menghasilkan berbagai rempah-rempahan dan kayu-kayuan.
Sebaliknya dari pedagang Arab, mereka membeli kapas, kain dan pedang.
Dari Cina, sutera dan benang emas, sebagai bahan baku kain tenun
songket ( Hirt & Rockhill 1964 ; 60-2 ). Tahun 1278 Ekspedisi
Pamalayu dari Singasari di Jawa Timur menguasai kerajaan ini dan
membawa serta putri dari Raja Malayu untuk dinikahkan dengan Raja
Singasari. Hasil perkawinan ini adalah seorang pangeran bernama
Adityawarman, yang setelah cukup umur dinobatkan sebagai Raja Malayu. Pusat
kerajaan inilah yang kemudian dipindahkan oleh Adityawarman ke
Pagaruyung dan menjadi raja pertama sekitar tahun 1347. Di Abad 15,
Islam mulai menyebar ke Nusantara.
KESULTANAN JAMBI
"Tanah
Pilih Pesako Betuah”. Seloka ini tertulis di lambang Kota Jambi hari
ini. Dimana menurut orang tua-tua pemangku adat Melayu Jambi, Kononnya
Tuanku Ahmad Salim dari Gujerat berlabuh di selat Berhala, Jambi dan
mengislamkan orang-orang Melayu disitu, ia membangun pemerintahan baru
dengan dasar Islam, bergelar Datuk Paduko Berhalo dan menikahi seorang
putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak. Mereka
dikurniakan Allah 4 anak, kesemuanya menjadi datuk wilayah sekitar
kuala tersebut. Adapun putra bongsu yang bergelar Orang Kayo Hitam
berniat untuk meluaskan wilayah hingga ke pedalaman, jika ada tuah,
membangun sebuah kerajaan baru. Maka ia lalu menikahi
anak dari Temenggung Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Oleh
Temenggung Merah Mato, anak dan menantunya itu diberilah sepasang Angsa
serta Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan menantunya tersebut
dipesankan agar menghiliri aliran Sungai Batanghari untuk mencari
tempat guna mendirikan kerajaan yang baru itu dan bahwa tempat yang
akan dipilih sebagai tapak kerajaan baru nanti haruslah tempat dimana
sepasang Angsa bawaan tadi mahu naik ke tebing dan mupur di tempat
tersebut selama dua hari dua malam.
Setelah
beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari kedua Angsa naik ke darat di
sebelah hilir (Kampung Jam), kampung Tenadang namanya pada waktu itu.
Dan sesuai dengan amanah mertuanya maka Orang Kayo Hitam dan istrinya
Putri Mayang Mangurai beserta pengikutnya mulailah membangun kerajaan
baru yang kemudian disebut "Tanah Pilih", dijadikan sebagai pusat
pemerintahan kerajaannya (Kota Jambi) sekarang ini.
Asal Nama "Jambi”
‘Jambi’
berasal dari kata ‘Jambe’ dalam bahasa Jawa yang bererti ‘Pinang’.
Kemungkinan besar saat Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan
baru, pepohonan pinang banyak tumbuh disepanjang aliran sungai
Batanghari, sehingga nama itu yang dipilih oleh Orang Kayo Hitam.
"Keris Siginjai”
Hubungan
Orang Kayo Hitam dengan Tanah Jawa digambarkan dalam cerita orang
tuo-tuo yang mengatakan bahwa Orang Kayo Hitam pergi ke Majapahit untuk
mengambil Keris bertuah, dan kelak akan menjadikannya sebagai keris
pusaka Kesultanan Jambi. Keris itu dinamakan ‘Keris Siginjai’. Keris
Siginjai terbuat dari bahan-bahan berupa kayu, emas, besi dan nikel.
Keris Siginjai menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun oleh
Kesultanan Jambi. Selama 400 tahun keris Siginjai tidak hanya sekadar
lambang mahkota kesultanan Jambi, tapi juga sebagai lambang pemersatu
rakyat Jambi.
Sultan
terakhir yang memegang benda kerajaan itu adalah Sultan Achmad
Zainuddin pada awal abad ke 20. Selain keris Siginjai ada sebuah keris
lagi yang dijadikan mahkota kerajaan yaitu keris Singa Marjaya yang
dipakai oleh Pangeran Ratu (Putra Mahkota). Pada tahun 1903 Pangeran
Ratu Martaningrat keturunan Sultan Thaha yang terakhir menyerahkan
keris Singa Marjaya kepada Residen Palembang sebagai tanda penyerahan.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian menyimpan Keris Siginjai dan Singa
Marjaya di Museum Nasional (Gedung Gajah) di Batavia (Jakarta).
"Sepucuk Jambi, Sembilan Lurah”
Seloka
ini tertulis di lambang Propinsi Jambi, menggambarkan luasnya wilayah
Kesultanan Melayu Jambi yang merangkumi sembilan lurah dikala
pemerintahan Orang Kayo Hitam, iaitu : VIII-IX Koto, Petajin, Muaro
Sebo, Jebus, Aer Itam, Awin, Penegan, Miji dan Binikawan. Ada juga yang
berpendapat bahwa wilayah Kesultanan Jambi dahulu meliputi 9 buah lurah
yang dialiri oleh anak-anak sungai (batang), masing-masing bernama : 1.
Batang Asai 2. Batang Merangin 3. Batang Masurai 4. Batang Tabir 5.
Batang Senamat 6. Batang Jujuhan 7. Batang Bungo 8. Batang Tebo dan 9.
Batang Tembesi. Batang-batang ini merupakan Anak Sungai Batanghari yang
keseluruhannya itu merupakan wilayah Kesultanan Melayu Jambi.
Senarai Sultan Jambi (1790-1904)
1790 - 1812 Mas’ud Badruddin bin Ahmad Sultan Ratu Seri Ingalaga 1812 - 1833 Mahmud Muhieddin bin Ahmad Sultan Agung Seri Ingalaga 1833 - 1841 Muhammad Fakhruddin bin Mahmud Sultan Keramat 1841 - 1855 Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud 1855 - 1858 Thaha Safiuddin bin Muhammad (1st time) 1858 - 1881 Ahmad Nazaruddin bin Mahmud 1881 - 1885 Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman 1885 - 1899 Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad 1900 - 1904 Thaha Safiuddin bin Muhammad (2nd time)
1904 Dihancurkan Belanda
Provinsi Jambi
Wilayah
propinsi Jambi hari ini pun terbagi atas 1 Bandar Ibukota (Jambi) dan 9
daerah – mungkin agar sesuai seloka adat tadi-. Tetapi nama daerahnya
telah bertukar, iaitu :
1. Muara Jambi –beribunegeri di Sengeti
2. Bungo –beribunegeri di Muaro Bungo
3. Tebo –beribunegeri di Muaro Tebo
4. Sarolangun –beribunegeri di Sarolangun Kota
5. Merangin/Bangko –beribunegeri di Kota Bangko
6. Batanghari –beribunegeri di Muara Bulian
7. Tanjung Jabung Barat –beribunegeri di Kuala Tungkal
8. Tanjung Jabung Timur –beribunegeri di Muara Sabak
9. Kerinci –beribunegeri di Sungai Penuh
Jika
anda melancong ke Jambi, pastikan anda mencoba Lempok & Kueh2
Durian, Mee Tek-Wan, Kopi Jambi, Batik Jambi dan Songket Melayu Jambi.
Semuanya tersedia di Pasar Besar Angso Duo, Kota Jambi.
Places of Interest in Jambi :
-Archaelogical
sites : Muara Jambi Temple Complex (8 temples from Malayu/Srivijayan
era), Batu Bertulis "Karang Birahi" (Letter on Rock) at Maringin
-Traditional graves : National Hero Sultan Thana Syaifuddin, Orang Kayo Hitam
-Museum Negeri Jambi
-Gardens
: Botanical Garden, Orchid Garden, Anggrek Garden, Mayang Mangurai
Garden with Jambi -Traditional House complex, Rimba Garden,
-Waterfalls
& Lake : Kerinci Waterfall, Telun Waterfall, Telun Berasap
Waterfall, Rantau Pandai Waterfall (2 levels), Ladeh Panjang Lake,
Kerinci Lake, Air Panas Bumi (Bumi Hot Water) near Kerinci Lake, Sipin
Lake,
-Mountains
& Caves : Kerinci Mountain, Tiangkap Natural Cave, Tiangko and
Segerincing Caves, Hitam Ulu Crater, Mt. Raya, Mt. Mesjid, Mt.
Kebongsong, Bukit Kaca (Glass Hill), Mt. Patah Tiga, Mt. Masurai,
-National
Parks : Berbak National Park, Padang Satwa Inum Raya, Hitam Bulian
Natural Conservation, , Bukit Dua Belas (Twelve Hills), Bukit
Tigapuluh, Berbak & Kerinci Seblat.
-Beaches: Aur Duri Beach
sedikit tentang awal mula.nya jambi sebagai anak-anak penerus generasi jambi dan bangsa , alangkah baik.nya kita mengetahui dulu sejarah dari Kota tempat kelahiran kita Jambi agar kita menghargai pahlawan-pahlawan yang telah membuat jambi seperti sekrang ini.
Salam permabilitas.
|